Kamis, 10 November 2011

Qurban

Dasar dan Hukum Qurban
Secara syariat yang dimaksud hewan kurban adalah hewan yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq, dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hewan-hewan itu berupa unta, sapi, atau kambing. Berikut Dasar Hukum Qurban:
1. Al-Qur’an surat al-Kautsar ayat 2
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan sembelihlah binatang (qurban)
2. Al-Qur’an surat al-Hajj ayat 36
Dan telah kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah
3. Hadits riwayat Ahmad dan ibnu Majah
Barang siapa yang telah mempunyai kemapuan tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah ia menghampiri tempat shalat kami.
4. Hadits riwayat at-Tirmidzi, ibnu Majah dan al-Hakim
Tidak ada amal keturunan Adam yang lebih disukai Allah pada hari Idhul Adha selain menyembelih qurban. Sesungguhnya binatang itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, dan bulunya. Dan sesungguhnya darah qurban lebih dahulu tercurah karena Allah sebelum ia tercurah ke bumi, yang membuat jiwa menjadi senang.
5. Hadits riwayat jama’ah
Rasulullah saw. sendiri senantiasa berqurban dengan dua ekor domba pada setiap hari raya qurban; satu untuk dirinya dan satu lagi diniatkan bagi ummatnya.
6. Hadits riwayat jama’ah kecuali al-Bukhari
Apabila kelihatan hilal dzulhijjah, sedangkan salah seorang diantara kamu ingin berqurban, maka hendaklah ia menahan diri dari memotong bulu dan kuku (binatang kurban)nya.
7. Hadits riwayat Ahmad bin Hambal, al-Hakim dan Daruquthni
Ada tiga hal yang wajib atasku dan sunnah bagimu; Shalat witir, menyembelih qurban, dan shalat Dluha.
8. Hadits riwayat at-Tirmidzi
Saya diperintahkan menyembelih qurban dan qurban itu sunnah bagi kamu
9. Hadits Riwayat Daruquthni.
Diwajibkan kepadaku berqurban, dan tidak wajib atas kamu
HUKUMNYA
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan Ulama mengenai hukumnya berqurban; yaitu :
1. Menurut imam Abu Hanifah
Qurban itu wajib dilakukan satu kali dalam setahun bagi orang yang mampu, bernazar, atau orang yang sudah menyediakan/membeli binatang qurban. Hukum wajib ini didasarkan pada al-Qur’an no.1 dan hadits nabi saw. no. 3 diatas. Pada ayat itu digunakan fi’il amr (perintah) dan setiap perintah menunjukkan wajib. Dan hadits tersebut menyebutkan adanya ancaman Rasulullah saw., sehingga menunjukkan wajib, karena apabila sunnah tentu Nabi sw. tidak akan menyebutkan ancaman.
2. Menurut jumhur Ulama ( Madzhab Maliki, Syafi’i dan Hambali )
Qurban itu sunnah mu’akkad ( Sunnah yang dikuatkan ) dan makruh bagi orang yang mampu tetapi tidak melaksanakan qurban. Kendati demikian, Madzhab Maliki menyebutkan bahwa hukum sunnah itu hanya berlaku bagi orang selain jama’ah haji, sedangkan bagi jema’ah haji wajib menyembelih qurban di Mina. Dan Imam Abu Hanifah justru mentidak-sahkan qurban bagi jema’ah haji, karena mereka dalam keadaan bepergian (musafir).
Dasar hukum sunnah ini didasarkan pada hadits no.6, 7, 8, dan 9 diatas, dengan pemahaman, bahwa pada hadits no. 6 disitu ada kata-kata kamu ingin berqurban. Hal ini menunjukkan, bahwa orang yang ingin berqurban boleh melakukannya dan hukumnya sunnah. Sedangkan bagi orang yang tidak ingin melakukannya tidak dibebani dosa.
Madzhab Syafi’i, memahami al-Qur’an surat al-Kautsar ayat 2 diatas tidak sebagai wajib walaupun menggunakan kata perintah (amr), karena perintah tersebut tidak mengendaki pengulangan (Laa yaqtadit tiqraar).
Syarat Hewan Yang Di Qurban kan
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda pada hari Nahar, “Barang siapa yang menyembelih sebelum shalat hendaknya dia ulangi”, maka berdirilah seorang lelaki, “Ya Rasulullah, ini adalah hari yang daging itu sangat dinikmati”, dan laki-laki tersebut menyebutkan keperluan dari tetangganya sehingga dia menyembelih sebelum shalat, maka Rasulullah seakan-akan membenarkannya, “Saya memiliki kambing yang belum cukup umur yaitu lebih saya senangi dari pada dua kambing berdaging, apakah saya boleh menyembelih kambing yang belum cukup umur ini”, maka Nabi memberikan keringanan baginya.
Mengenai Umur Hewan Kurban
Dalam berkurban terdapat 5 syarat hewan yang akan dikurbankan secara global:
1.Merupakan hewan ternak.
2.Telah memenuhi umur.
3.Terlepas dari cacat.
4.Disembelih pada waktunya.
5.Merupakan milik pribadi, hewan tersebut tidak terkait dengan hak orang lain.


Urutan keutamaan berkurban dari hewan yang dikurbankan:
1.Dengan 1 ekor unta
2.Dengan 1 ekor sapi
3.Dengan 1 ekor kambing
4.Dengan 1/7 unta
5.Dengan 1/7 sapi
(*admin, demikian dijelaskan oleh Al Ustadz Dzulqarnain, padahal sebenarnya harga 1/7 unta lebih mahal daripada harga 1 ekor kambing)
Sedangkan untuk nomor yang sama maka dilihat dari sisi harga, penampilan, jumlah daging, jenis kelasnya, dll. Boleh berkurban baik dari jenis betina atau pejantan.
Umur Hewan Kurban

Penetapan umur minimal hewan kurban tidak disebutkan dalam nash hadits, akan tetapi hal tersebut dipahami dari kebiasaan bangsa Arab. Umur minimal untuk hewan kurban sebagai berikut:
1. Unta minimal 5 tahun dan telah masuk tahun ke 6.

2. Sapi minimal 2 tahun dan telah masuk tahun ke 3.

3. Kambing Domba diperbolehkan umur minimal 6 bulan bagi yang sulit mendapatkan yang 1 tahun.

4. Sedangkan bagi jenis selain Domba (misal kambing jawa) maka minimal umur 1 tahun dan telah masuk tahun ke 2
Tidak Boleh Terdapat Cacat Pada Hewan Kurban Seperti :
1.Sembelihan pincang yang sangat tampak kepincangannya.
2.Sembelihan buta sebelah matanya yang sangat nampak kebutaannya
3.Sembelihan sakit yang sangat nampak sakitnya.
4.Sembelihan kurus yang tidak berlemak / bersumsum.



Tata cara menyembelih hewan ada 2:
Nahr [arab: نحر], menyembelih hewan dengan melukai bagian tempat kalung (pangkal leher). Ini adalah cara menyembelih hewan unta.
Allah berfirman,
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ الله لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ الله عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا
Telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu bagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah… (QS. Al Haj: 36)
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma menjelaskan ayat di atas, (Untanya) berdiri dengan tiga kaki, sedangkan satu kaki kiri depan diikat. (Tafsir Ibn Katsir untuk ayat ini)Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, beliau mengatakan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat menyembelih unta dengan posisi kaki kiri depan diikat dan berdiri dengan tiga kaki sisanya. (HR. Abu daud dan disahihkan Al-Albani).
Dzabh [arab: ذبح], menyembelih hewan dengan melukai bagian leher paling atas (ujung leher).Ini cara menyembelih umumnya binatang, seperti kambing, ayam, dst.Pada bagian ini kita akan membahas tata cara Dzabh, karena Dzabh inilah menyembelih yang dipraktikkan di tempat kita -bukan nahr-.
Beberapa adab yang perlu diperhatikan:
1. Hendaknya yang menyembelih adalah shohibul kurban sendiri, jika dia mampu. Jika tidak maka bisa diwakilkan orang lain, dan shohibul kurban disyariatkan untuk ikut menyaksikan.
2. Gunakan pisau yang setajam mungkin. Semakin tajam, semakin baik. Ini berdasarkan hadis dari Syaddad bin Aus radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْح وَ ليُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan ihsan, jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan ihsan. Hendaknya kalian mempertajam pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim).
3. Tidak mengasah pisau dihadapan hewan yang akan disembelih. Karena ini akan menyebabkan dia ketakutan sebelum disembelih. Berdasarkan hadis dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma,
أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَدِّ الشِّفَارِ ، وَأَنْ تُوَارَى عَنِ الْبَهَائِمِ
4. Menghadapkan hewan ke arah kiblat.
5. Membaringkan hewan di atas lambung sebelah kiri.
6. Menginjakkan kaki di leher hewan.
7. Bacaan ketika hendak menyembelih.
Beberapa saat sebelum menyembelih, harus membaca basmalah. Ini hukumnya wajib, menurut pendapat yang kuat. Allah berfirman,
وَ لاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ الله عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ..
Janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS. Al-An’am: 121).

8. Dianjurkan untuk membaca takbir (Allahu akbar) setelah membaca basmalah
9. Pada saat menyembelih dianjurkan menyebut nama orang yang jadi tujuan dikurbankannya herwan tersebut.
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, bahwa suatu ketika didatangkan seekor domba. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dengan tangan beliau. Ketika menyembelih beliau mengucapkan, ‘bismillah wallaahu akbar, ini kurban atas namaku dan atas nama orang yang tidak berkurban dari umatku.’” (HR. Abu Daud, At-Turmudzi dan disahihkan Al-Albani).
Setelah membaca bismillah Allahu akbar, dibolehkan juga apabila disertai dengan bacaan berikut:
hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud, no. 2795) Atau
hadza minka wa laka ’anni atau ’an fulan (disebutkan nama shohibul kurban). Jika yang menyembelih bukan shohibul kurban atau
Berdoa agar Allah menerima kurbannya dengan doa, ”Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan nama shohibul kurban).” [1]
Catatan: Bacaan takbir dan menyebut nama sohibul kurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Sehingga kurban tetap sah meskipun ketika menyembelih tidak membaca takbir dan menyebut nama sohibul kurban.
10. Disembelih dengan cepat untuk meringankan apa yang dialami hewan kurban.
11. Pastikan bahwa bagian tenggorokan, kerongkongan, dua urat leher (kanan-kiri) telah pasti terpotong.
Syekh Abdul Aziz bin Baz menyebutkan bahwa penyembelihan yang sesuai syariat itu ada tiga keadaan (dinukil dari Salatul Idain karya Syekh Sa’id Al-Qohthoni):
1. Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher. Ini adalah keadaan yang terbaik. Jika terputus empat hal ini maka sembelihannya halal menurut semua ulama.
2. Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan salah satu urat leher. Sembelihannya benar, halal, dan boleh dimakan, meskipun keadaan ini derajatnya di bawah kondisi yang pertama.
3. Terputusnya tenggorokan dan kerongkongan saja, tanpa dua urat leher. Status sembelihannya sah dan halal, menurut sebagian ulama, dan merupakan pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ما أنهر الدم وذكر اسم الله عليه فكل، ليس السن والظفر
“Selama mengalirkan darah dan telah disebut nama Allah maka makanlah. Asal tidak menggunakan gigi dan kuku.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
12. Sebagian ulama menganjurkan agar membiarkan kaki kanan bergerak, sehingga hewan lebih cepat meregang nyawa.
13. Tidak boleh mematahkan leher sebelum hewan benar-benar mati.
Berkurban merupakan salah satu ibadah yang agung, karena mengucurkan darah untuk bertaqarrub kepada Allah Taalaa. Semua ibadah yang disyariatkan dalam islam pasti mengandung hikmah, baik kita mengetahuinya atau tidak, karena yang mensyariatkan adalah yang Maha Hikmah.
Hikmah Qurban
Diantara hikmah dari berkurban yang disebutkan ulama adalah :
Pertama : menghidupkan sunah Nabi Ibrahim alaihisalam ketika beliau bermimpi menyembelih anaknya yang semata wayang Ismail alaisalam, sedangkan mimpi para Nabi adalah benar adanya.

قال الله تعالى: " وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهدِينِ رَبِّ هَب لِي مِنَ الصَّالِحِينَ فَبَشَّرنَاه بِغلَامٍ حَلِيمٍ فَلَمَّا بَلَغَ مَعَه السَّعيَ قَالَ يَابنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي المَنَامِ أَنِّي أَذبَحكَ فَانظر مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افعَل مَا تؤمَر سَتَجِدنِي إِن شَاءَ اللَّه مِنَ الصَّابِرِينَ فَلَمَّا أَسلَمَا وَتَلَّه لِلجَبِينِ وَنَادَينَاه أَن يَاإِبرَاهِيم قَد صَدَّقتَ الرّؤيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجزِي المحسِنِينَ إِنَّ هَذَا لَهوَ البَلَاء المبِين "
Artinya : ( 99. Dan Ibrahim berkata:"Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku 100. Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang Termasuk orang-orang yang saleh. 101. Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang Amat sabar 102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".103. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).104. Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,105. Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. 106. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. 107. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.108. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang Kemudian, 109. (yaitu)"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim".110. Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. [ Al Hajj : 99-110 ].
Kedua : sesungguhnya menyembelih hewan kurban merupakan sarana untuk berbuat baik kepada diri dan keluarga, serta memuliakan tetangga dan kerabat dan teman- teman dan bersedekah kepada faqir miskin, sunah telah berjalan semenjak zaman Nabi shallawahu alaihi wasallam dalam hal berbuat baik kepada keluarga dan memuliakan tetangga dan bersedekah kepada faqir miskin pada hari raya Idul Adha. Sungguh telah diriwayatkan dengan derajat shahih dari Anas bin Malik radhiallahu anhu :

عن البراء رضي الله عنه قال :( خطبنا رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم النحر بعد الصلاة فقال : من صلى صلاتنا ونسك نسكنا فقد أصاب النسك ، ومن نسك قبل الصلاة فتلك شاة لحم . فقام أبو بردة بن نيار فقال : يا رسول الله لقد نسكت قبل أن أخرج إلى الصلاة وعرفت أن اليوم يوم أكل وشرب فتعجلت فأكلت وأطعمت أهلي وجيراني . فقال رسول الله : تلك شاة لحم . فقال : إن عندي عناقاً جذعةً وهي خيرٌ من شاتي لحم فهل تجزئ عني ؟ قال : نعم ، ولن تجزئ عن أحدٍ بعدك ) رواه البخاري ومسلم ، وأبو داود واللفظ له
Ketiga : bersyukur kepada Allah atas nikmatnya yang banyak:
Karena Allah Subhanahu Wa Taalaa telah mengkaruniai manusia dengan nikmat yang begitu banyaknya yang tidak terhitung seperti nikmat umur yang panjang dari tahun ketahun, kenikmatan iman, kenikmatan penglihatan dan pendengaran dan harta yang kesemuanya mengharuskan kita untuk bersyukur kepada Yang Memberinya yaitu Allah Taalaa. Dan berkurban merupakan salah satu bentuk syukur kita kepada Allah Taalaa, dimana kita bertaqarrub kepada Allah dengan mengucurkan darah kurban demi melaksanakan perintah Allah Subhanahu Wa Taalaa, dimana Allah Azza Wa Jalla berfirman:

( فصلِّ لربك وانحر)
Artinya : Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah) [QS Al Kautsar : 2]
Keempat : berkurban merupakan ibadah, dimana melaksanakannya sesuai dengan contoh Rasulullah shallawahu alaihi wasallam dengan ikhlas mengharapkan ridho Allah maka pasti Allah akan menerima kurban kita dan memberi pahala bagi kita.
Adapun hadits yang menjelaskan tentang pahala berkurban :

1493 عن عائشة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ( ما عمل آدمي من عمل يوم النحر أحب إلى الله من إهراق الدم إنها لتأتي يوم القيامة بقرونها وأشعارها وأظلافها وأن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع من الأرض فطيبوا بها نفسا )
ويروى عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال: ( في الأضحية لصاحبها بكل شعرة حسنة ويروى بقرونها)
Dari Aisyah radhiallahu anha bahwa Rasulullah shallawahu alaihi wasallam bersabda : ( tidak ada amalan manusia yang dilakukan pada hari raya kurban yang lebih dicintai Allah dari pada mengucurkan darah, sesungguhnya sembelihan akan datang pada hari kiamat dengan tanduknya, bulunya, dan kuku- kukunya, dan sungguh darahnya akan terjatuh dengan ridho Allah ditempat yang diterima Allah sebelum dia terjatuh kebumi maka hendaklah jiwa lapang dengan kurban (jangan benci atau terpaksa dalam berkurban)
Dan diriwayatkan dari Nabi shallawahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: (dalam kurban pemiliknya akan mendapatkan dari setiap bulunya kebaikan, dala riwayat lain dengan tanduknya) (HR Turmudzi no: 1493)

Namun hadits ini dilemahkan oleh Syaikh Albani dalam Dhaif Sunan Ibnu Majah(671), Al Misykath (1470), Dhaif Jamiul Shaghir (5112). Jadi tidak bisa dijadikan sebagai hujah untuk menentukan pahalanya.